top of page

Tiongkok Investasi Proyek Infrastruktur Non-APBN Rp 24 Triliun


Perusahaan asal Tiongkok, Huatsing Housing Holding Co,. Ltd, menanam investasi melalui proyek infrastruktur di Indonesia senilai US$ 1,82 miliar atau sekitar Rp 24 triliun. Investasi ini diarahkan pada proyek infrastruktur pemerintah dengan skema Pembiayaan Infrastruktur Non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) alias PINA.

Staf Khusus Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sekaligus mengungkapkan hal ini dalam presentasinya saat acara PINA Day 2018 di Kempinski Grand Ballroom, Grand Indonesia, Jakarta, Kamis (18/1).

Huasting masuk ke proyek PINA melalui tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Perjanjian investasi tersebut meliputi pendanaan empat proyek infrastruktur dengan prioritas tertinggi.

Keempat proyek ini adalah jalan tol yang dikerjakan PT Waskita Toll Road senilai US$ 10 miliar dan Pembangkit Listrik Tenaga Umum (PLTU) Meulaboh 2x200 megawatt (MW) sebesar US$ 540 juta. Kemudian proyek Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB) sebesar US$ 2,2 miliar dan apartemen kelas menengah senilai US$ 500 juta.

Adapun jadwal pencairan dana tersebut dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama, Waskita Toll Road dan PLTU Meulaboh akan dicairkan pada Februari 2018 dengan total nilai US$ 825 juta. Tahap kedua, BIJB pada bulan Maret 2018 senilai US$ 500 juta. Tahap ketiga proyek apartemen kelas menengah pada September 2018 senilai US$ 500 juta.

Di samping itu, Huatsing dengan PT Kopelindo infrastruktur Indonesia (Kopel infrastruktur) telah bersepakat untuk mendirikan joint venture. Perusahaan patungan ini sebagai pusat penanaman modal asing dari Huatsing untuk biaya infrastruktur di Indonesia. Komposisi kepemilikan perusahaan patungan ini adalah Kopel Infrastruktur 51 persen dan Huatsing 49 persen.

Pendanaan dari joint venture akan dialokasikan untuk proyek Pembangkit Listrik Gas Pesanggaran, PLTU Kalbar, PLTU Mulut Tambang (MT) Kaltim, Kawasan Wisata Labuan Bajo, Bandar Udara Kulon Progo, BIJB, PLTU MT Jambi, PLTU Jawa 9-10, PLTGU Riau 2, Sumbagut 1, 3, 4, dan Proyek Transmisi PLN.

Eko mengatakan PINA memberikan dua instrumen bagi investor dalam pembiayaan ekuitas. Dua fasilitas tersebut adalah instrumen langsung yaitu penyertaan langsung ekuitas pada perusahaan infrastruktur dan instrumen tidak langsung yaitu melalui instrumen keuangan.

Menurutnya, instrumen langsung lebih diminati oleh pihak swasta karena tidak memiliki resiko besar. Sementara itu, instrumen tidak langsung dapat mengembangkan pasar modal namun memiliki resiko yang besar pula.

“Instrumen ini (tidak langsung) fokusnya pada equity dan pasar modal. Jadi kalau kami bisa kembangkan skema equity ini, maka tidak hanya infrastruktur yang berkembang. Tapi juga pasar modal berkembang,” kata Eko yang juga menjabat Ketua PINA.

Featured News

bottom of page